Hampir tiga tahun dari sebuah akhir
asaku habis kini hampir
rasa tak hilang jua setelah kukikir
semua ini buatku tak habis pikir
Lebur
lebur semua dekati hancur
mungkin ini pembuktian umur
tapi tak luput air mata bercucur
haruskah namamu kueja
dengan jemari bagai orang buta
menyusuri selaksa makna
hanya untuk terima yang nyata
hampir tiga tahun cerita berlalu
semua rasa terasa baru
bergolak tanpa menahu
jarak atau kejelasan yang dituju
lari
mungkin aku melarikan diri
menyapu semua yang buat iri
atau menepis segala rasa dengki
pergi
mungkin kau ingin aku pergi
jauh-jauh pagi-pagi
tanpa harapkan kukembali
tapi
tunggulah beberapa waktu lagi
biarlah kucapai segala mimpi
lantas aku 'kan meninggalkan semuanya di sini
nanti
kau tak akan kuganggu lagi
kau tak akan kugenggam lagi
kau, bisa benar-benar pergi
nanti
kutuliskan kisah tentangmu di masa yang masih kelabu
dengan sedikit catatan berisi rambu
untuk tidak meneteskan air mataku
bila
bila kisah itu usai
sepertinya tanpa lerai
aku tau saat itu asaku yang baru telah kugapai
mungkin
yang kubutuhkan adalah waktu
waktu yang membawamu ke dalam hidupku
waktu yang menggoreskan namamu di hatiku
maka kini aku serahkan lagi hatiku pada waktu
untuk sekedar mengobati luka bekas goresan namamu
waktu tidak pernah memberi tahu kenapa kau harus pergi
waktu hanya memintaku untuk sekedar mengerti
bahwa ia menghadirkanmu di hidupku untuk memberi pelajaran yang berarti
kamu
aku tau
di saat aku sudah pergi
kau tidak akan mengingatkan betapa aku berjuang untuk bertahan di masa ini
kamu
aku ingin menitipkan sedikit salam untuk ibumu
bukan maksud hati mengharap iba
tapi, izinkan salamku menyapa orang tua seorang pemberi makna
dalam salam, kuharap, ada tenteram
dalam salam, kuakhiri
diri ini, undur diri :"
Melati Nur Fajriani
Telkom University
Februari, 17th 2016
23.35 WIB