Senin, 23 Juni 2014

Umpatan Jalanan
Jl.H. Mawi, Parung
Berawal dari sekembalinya saya dari Pasar Raya Parung setelah membeli beberapa keperluan, saya dan Ibu memilih angkutan untuk pulang.
Biasanya angkutan yang kami pilih yang sudah penuh terisi oleh penumpang, tapi kali ini terpaksa kami pilih yang kosong karena paksaan sang supir. Kami turut menunggu angkutan tersebut sampai terhitung penuh. Angkutan itu mulai beranjak, dari sewaktu 'ngetem' kami sudah mendengar umpatan yang terlontar dari mulut sang supir.
Satu per satu penumpang turun menurut tujuan masing-masing. Sampai ada 3 orang penumpang, 2 dewasa 1 anak-anak tepatnya, turun di suatu tempat dan hanya membayar sebesar Rp 5000. Sang supir mencoba memanggil salah satu dari penumpang tersebut karena harga yang dibayar oleh sang penumpang dipikirnya kurang, namun hasilnya nihil. Sang supir melempar uang tersebut ke dasbor mobil.
Kembali umpatan-umpatan tersebut kami dengar, namun kini tanpa henti. Telinga kami mungkin sama panasnya dengan hati sang supir karena mendengar umpatannya itu. Dalam hati saya berpikir "kenapa tidak diikhlaskan saja? toh uang yang kurang hanya seribu rupiah, keapa umpatan yang keluar melebihi seribu rupiah? bukankah seperti itu hanya melelahkan diri sendiri?" seperti itulah yang terbersit.
umpatan-umpatan itu masih terdengar dan penumpang-penumpang hampir habis hingga yang tersisa hanya kami. Umpatan yang terdengar itu akhirnya ditanggapi oleh ibu saya, ya semacam curhat colongan lah.
Terpikir kembali "iya sih,saya tidak mengalami apa yang dialami oleh sang supir. Bagaimana ya sikap saya jika hal ini menimpa saya? apakah saya akan melakukan hal seperti sang supir? atau saya menjalankan apa yang ada di dalam pikiran saya?" kini saya mengerti. 
Dari sini, apa yang bisa kita lakukan? Bersyukurkah? itu PASTI. Selain itu, kita ternyata memang diciptakan untuk saling melengkapi, jika si penumpang tersebut mendengar umpatan sang supir, apa kira-kira yang akan dilakukannya? mengumpat balik kah? atau mendoakannya agar rezeki yang datang tidak hanya berasal dari dirinya? siapa yang tahu?
Maka dari itu, saling menolong dan saling memahami antar manusia diperlukan. Jika hal itu senantiasa terjadi, maka hidup ini mungkin akan damai dirasa. Walaupun semuanya tidak ada yang sempurna, namun apa salahnya untuk dicoba?

Minggu, 01 Juni 2014

Kenangan Pahit Wanita-wanita Cantik

Kata sakral yang jarang terucap kembali setelah masa penjajahan Jepang atas Indonesia yakni Jugun Ianfu. Istilah Nepang untuk menyebut wanita-wanita yang dijadikan sebagai pemuas seksual para tentara Jepang di masa Pendudukan Jepang.
Kebanyakan wanita ini diambil paksa oleh pihak Jepang. Selain itu, tipu muslihat turut mengiming-imingi para wanita. Dengan dalih mendapat pendidikan yang dijamin pihak Jepang, wanita cantikyang diambil ternyata ditempatkan di rumah bordil yang menjadi tempat 'istirahat' para tentara Jepang.
Gadis-gadis yang ditarik oleh pemerintah Jepang tak hanya berasal dari Indonesia, namun Korea, China, dan berbagai negara yang pernah dijajah Jepang turut 'menyumbangkan' para gadisnya dengan terpaksa pada Jepang.
Jumlah yang resmi dinyatakan pemerintah Jepang atas Jugun Ianfu ialah sekitar 200 sampai 300 ribu orang. Namun, pernyataan dari Jugun Ianfu yang masih hidup ternyata melebihi batas yang disebutkan pemerintah Jepang.
Pemerintah Indonesia sendiri pernah menuntut permohonan maaf dari Pemerintah Jepang, namun hal ini tidak terlalu diberikan perhatian yang cukup.
Begitulah pemerintah yang mengusahakan nama baik wanita di negaranya. Mengingat bahwa almarhumah seorang mantan Jugun Ianfu menyatakan menyesal bahwa ia dianggap cantik sewaktu dahulu. Sedangkan yang kita tahu, kecantikan adalah anugerah yang patut disyukuri, bukan untuk disesali.

semoga menjadi pelajaran bagi para gadis agar memuliakan dirinya hingga ia dimuliakan orang-orang di sekitarnya.