Selasa, 28 April 2015

Silverqueen Almond



Aku melangkah mengelilingi teras toko itu. Lagi dan lagi. Bukan bosan. Aku sedang berpikir. Apakah aku harus melakukannya atau membatalkannya saja. aku berjalan menjauhi toko itu. Menghampiri gedung di sampingnya. Lagi-lagi aku hanya berpindah dari satu tempat ke tempat lain tanpa tujuan yang berarti.
                Kini, benda berbentuk balok pipih yang sedari tadi mengganggu pikiranku sudah berada di genggamanku. Lagi-lagi aku memutar langkah. Di mana pula temanku yang satu itu. Aku ingin menitipkan benda ini untuk diberikan pada seseorang.
                Aku masih berdiri, di tempat yang berbeda dari tempat semula. Aku kembali ke asrama. Aku melamun. Apa aku yakin akan melakukannya? Hanya itu pertanyaan yang tersirat di benakku. Banyak orang bertanya apa yang kulakukan tapi aku tidak bergeming. Aku ragu.
                Kini aku kembali lagi ke gedung itu. Gedung yang di dalamnya sedang ada pelaksanaan wisuda. Gedung yang sakral bagi pendatang baru dan yang akan pergi. Itu dia, temanku. Yang akan kutitipkan benda ini untuk diberikan pada seseeorang yang kumaksud. Dan dengan cepat, benda itu sudah berpindah tangan. Dalam perjalanan.
                Perasaanku bercampur aduk. Aku menunggu acara di dalam gedung itu selesai dengan hal yang sama. Melangkah mengitari teras gedung itu sambil sesekali menyambut tamu yang baru datang.
                Acara selesai. Gawat! Eh-maksudku…entahlah. Aku menghindari pintu keluar. Menunggu di depan pintu masuk agar tak bertemu dengan seseorang yang kumaksud. Aku berdiri dengan gelisah.
                “Hei! Dia menolaknya.” Temanku bilang. Deg! Aku panik. “Dia meminta kau memberikannya langsung.” Aku lunglai.
                Ah. Sial. Benda itu kini ada di tanganku lagi.
                Aku memperhatikan orang itu. Menunggu saat dia akan melihatku. Gelisah. Apa yang harus kukatakan nanti? Ah, sudahlah. Yang penting benda ini sampai di tangannya. Sekitar satu jam aku menunggu. Akhirnya, orang itu menghampiriku juga.
                “Hei! Ada apa ini?” Tanya orang itu.
                “Ini, untuk kau.” Aku menyodorkan benda itu. Dia tidak mengindahkannya.
                “Dalam rangka apa?” tanyanya lagi. Hei! Kenapa orang ini sangat menyebalkan.
                Aku gelagapan. “Aku hanya ingin memberikannya pada kau. Apa salah?” tanyaku seadanya.
                “Tidak bisa seperti itu. Bagaimana bisa ada benda itu di mejaku………….blablabla” dia menjelaskan yang bagiku terdengar seperti gerutuan.
                Aku hanya diam. Tidak bisa menjelaskan apa yang sangat ingin kukatakan saat itu juga. Sebelum dia pergi. Tapi, kelu. Aku tetap tidak bisa mengatakan hal yang selama ini kurasakan.
                “Ya sudah. Ini, untuk kau.” Lagi aku mencoba mengulurkan benda itu.
                Senyumnya belum hilang sedari tadi. Oh, ini memang hari yang indah untuknya. “Haruskah kuterima?” pertanyaan yang menurutku--bahkan mungkin menurutnya--pertanyaan yang retoris. Dia pun mengatakannya sambil mengulurkan tangan tanda menerima.
                Kini benda itu benar-benar sudah berpindah tangan. Ya, di tangan orang itu. Yang membuatku gemas akan kelakuannya. Kuakui dia memang baik. Aku sangat berterima kasih karena dia mau menerima benda itu. Setelah kejadian itu, dia pergi. Bukan meninggalkanku, karena memang dia tidak pernah datang untukku. Ya, dia sudah lulus SMA. Aku tersenyum walaupun menangis.
                ***
Beberapa bulan kemudian aku baru tahu, benda yang kuberikan itu adalah kesukaannya.

“’Benda’ yang kau berikan itu kesukaanku. Benar sekali, kau.” Katanya suatu waktu.
“Memangnya apa?” aku sedikit lupa.
“Itu, Silverqueen Almond.”
Diam-diam aku tersenyum.
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar